Friday, August 30, 2013

Empar Minggu Setelah Kepergianmu

Aku menulis ini ketika aku sadar tak akan ada yang bisa dikembalikan seperti dulu lagi. Aku menulis ini ketika aku berpikir bahwa di sana kamu pasti telah menemukan seseorang yang baru. Seseorang yang bisa mencintaimu, memahamimu, dan mengerti keinginanmu lebih baik daripada aku. Rendahnya kepekaanku dan tingginya keegoisanku membuat kamu pergi dan menjauh. Seandainya, bisa kuputar kembali waktu, aku tidak akan membiarkanmu pergi dan akan menahanmu sampai Tuhan bosan melihat usahaku.

Aku mulai mencintaimu, mulai membiasakan diri akan kehadiranmu, dan mulai percaya yang kaurasakan juga adalah cinta. Setiap kausapa aku, setiap kaurangkul tubuhku, setiap tatap matamu menyentuh hangat tatap mataku, dan setiap genggaman jemarimu mengisi celah-celah kecil jemariku; aku percaya ini cinta. Dulu, aku tak takut mengartikan kata-katamu dan segala kalimat-kalimat manis itu adalah salah satu respon bahwa kaujuga punya perasaan yang sama. Beberapa minggu yang lalu, aku begitu percaya diri dan begitu memercayai bahwa kamu hanya memiliki aku; aku satu-satunya di hatimu. Namun, ternyata, aku pun bisa salah. Salah mengartikan isyarat yang kauberikan. Harusnya aku menyadari bahwa terlalu tinggi jika mengharapkan kamu berada di sisiku, terlalu mimpi jika menginginkan kamu menjadikanku pertama dalam hatimu, dan terlalu tolol menganggap perhatianmu yang ternyata tak hanya diberikan untukku.

Pada akhirnya aku sadar, aku hanyalah pelarian tempat kamu meletakkan kecemasan. Aku hanyalah persinggahan, ketika kamu lelah untuk berjalan. Aku cuma sosok yang kaudatangi, ketika kaupikir kekasihmu tak mampu memahami keinginanmu. Betapa bodohnya aku bisa begitu mencintai seseorang yang bahkan meletakkan hatinya pada banyak orang— hati yang katanya hanya kamu berikan untukku. 

Dulu, aku tak ingin mendengar semua perkataan teman-temanku. Aku mencoba menutup telinga pada setiap bisikkan yang mengatakan kamu selalu melompat dari satu hubungan ke hubungan lain, berpindah dari satu pelukan ke pelukan lain, dan memberi hati pada banyak orang yang kaupikir bisa kaujadikan boneka kecintaanmu. Dulu, aku tak ingin percaya itu, dan kebodohanku semakin lengkap, ketika ternyata kamu memang seperti yang mereka bilang. Pengkhianat. Aktor paling cerdas berakting. Main hati.

Aku tak menyangka jika orang yang begitu halus membisikkan cinta, begitu manis mengucapkan rindu, dan begitu mudah berkata sayang adalah orang yang harusnya dari awal tidak kupercayai gerak-geriknya. Kamu tak tahu betapa aku begitu tergoda akan kehadiranmu. Kamu tak sadar betapa aku inginkan sebuah penyatuan, meskipun kita berbeda. Kamu tak paham betapa cinta mulai mengetuk pintu hatiku dan aku mulai mengizinkan kamu berdiam di sana.

Sungguh bodoh. Mengapa begitu mudah menjatuhkan air mata untuk kamu yang tak pernah menangisiku? Mengapa rindu begitu sialan karena menjadikanmu sosok yang paling sering kusebut dalam doa? Mengapa cinta begitu tak masuk akal ketika perkenalan singkat kita ternyata berujung pada hal yang tak kuduga? Kautak tahu betapa sulitnya melupakan perasaan yang sudah melekat, betapa tidak mudahnya menghilangkan kamu dari hati dan otakku. Cinta ini datang begitu mudah dan entah mengapa membenci begitu susah.

Kalau kauingin tahu seberapa dalam perasaanku, cinta ini seperti air laut yang enggan surut. Aku telah tenggelam, sementara kamu yang berada di pesisir pantai hanya bisa melambaikan tangan dan menertawakan kesesakanku. Apa yang bisa kauanggap lucu dari perasaan ini? Mengapa kaubegitu mudah menjadikan perasaanku sebagai candaan yang kaupikir bisa membuatku tertawa?

Sinaran pesonamu, membutakan segalaku. Begitu mudah aku terjebak bayang-bayang yang kupikir nyata. Begitu gampangnya aku terjerumus pada kesemuan yang tak pernah jadi kenyataan. Harus kularikan ke mana cinta yang makin dalam ini? Harus kubuang ke mana rindu yang tiba-tiba sering berujung air mata ini? Haruskah aku bilang padamu, dengan mata yang sembab, dengan rambut yang berantakan, dengan wajah yang begitu lelah; hanya untuk memintamu kembali?

Pertanyaan tentang perasaanku telah terjawab, walau tak kaujawab secara langsung. Kautak punya perasaan sedalam yang kuberikan, kautak merindukanku sedalam yang sering kulakukan, dan kautak ingin menjadikanku yang pertama. Ah, pernahkah kaurasakan menjadi sosok yang selalu diletakkan di nomor sekian? Yang tetap mencintai walau disakiti? Yang tetap mengabdi walau dilukai?

Seandainya semua bisa kembali seperti dulu lagi. Seandainya rangkul pelukmu masih sehangat yang kurasakan. Mungkin aku tak akan sesedih ini, tak akan seberantakan ini, dan tak akan segila ini.

Kalau kauingin pergi, maka pergilah. Tapi, berjanjilah padaku; aku adalah perempuan yang terakhir kausakiti. Setelah ini, pergilah pada ibumu dan cintai beliau dengan ketulusan, sehingga kaubisa belajar mencintai perempuan lain dengan ketulusan yang sama. Katakan padaku, kauakan menganggap kata sayang adalah kata yang sakral, sehingga tak akan kamu ucapkan hanya untuk menyakiti perasaan seorang perempuan. Berjanjilah padaku, setelah ini, kauakan benar-benar pergi, mencari perempuan baru untuk kauberi kebahagiaan; bukan tangisan. Katakan padaku, jika kautak mampu melakukan semua hal itu, aku bisa bantu kamu; tapi, kamu kembali dan mau kuajak saling memahami.

Suatu saat nanti, kita akan bertemu dengan kebahagiaan masing-masing. Kaumerangkul kekasih barumu dan memperkenalkannya padaku. Aku menggenggam erat jemari kekasihku yang berhasil menghapus mendung di hari-hariku. Lalu, kita menertawakan masa lalu, betapa dulu aku dan kamu pernah begitu lucu.

Kemudian, lukaku bisa kaujadikan materi stand up comedy-mu; tertawakan aku sepuasmu. Setelah itu, kumasukkan kaudalam sebuah tulisan; kusiksa kamu sampai jera, kubiarkan kaujadi tokoh yang tertawa lebih dulu tapi menangis sekencang-kencangnya di akhir cerita.

Terima kasih untuk tawa yang kautitipan pada setiap candaanmu di ujung malam. Sekarang, aku sadar, betapa sosok yang pernah membuatku tertawa paling kencang juga adalah pria yang bisa membuatku menangis paling kencang.

Thursday, August 29, 2013

TIPS TAMPIL CANTIK UNTUK WANITA BERJILBAB


Wanita muslimah yang berjilbab bukan berarti anda tidak bisa tampil cantik lho… Apalagi saat ini banyak busana muslim, berbagai macam jilbab, make up dan berbagai aksesoris muslim lainnya yang mendukung penampilan anda untuk bisa tampil lebih menarik . Saya akan memberikan tips dibawah ini semoga bisa menginspirasi para wanita berjilbab tampil cantik dan percaya diri.

Memakai  make up dengan natural
Sebagai wanita tentu tidak bisa memungkiri bahwa make up memang diperlukan untuk merawat kecantikan wajah serta membuatnya menjadi lebih menarik.  anda bisa menggunakan make up dengan warna natural. Warna-warna make up yang natural akan semakin menunjukkan karakter anda yang lembut dan apa adanya.

Smart memilih kosmetik yang halal
Bahan kosmetik memang sangat beragam. Bahan kosmetik sekarang banyak dimanfaatkan untuk produk-produk kecantikan dari minyak babi. Bahan yang satu ini sangat diharamkan dan digunakan wanita yang beragama muslim.

Pilihlah pakaian muslimah sesuai dengan karakter anda
Apapun karakter anda, bisa menyesuaikan dengan  beragam model baju muslim. Apalagi saat ini ada banyak model baju muslim yang bisa anda sesuaikan dengan kebutuhan anda. Model jilbab juga memiliki peran yang besar untuk mempercantik setiap penampilan.  Ingatlah bahwa anda tidak perlu meniru untuk menjadi seperti orang lain, tapi jadilah diri sendiri.

Bagi anda yang selalu ingin tampil up to date, sebaiknya anda harus rajin mencari referensi.  Tips wanita yang satu ini diharapkan mampu memberikan anda inspirasi baru mengenai model pakaian, model jilbab, dan juga beberapa aksesoris lainnya. Semakin banyak referensi, anda akan memiliki lebih banyak ide untuk berkreasi dengan penampilan anda.

Meskipun anda berjilbab tidak ada yang menghalangi anda untuk tampil sama cantiknya dengan mereka yang tidak menggunakan jilbab.

Monday, August 26, 2013

Akankah Kita Bisa Terus Bersama


Akhir-akhir ini aku sulit tidur. Bukan banyak pikiran, hanya ada beberapa hal yang harus aku kerjakan. Salah satu hal yang membuatku rela tidak tidur hingga subuh, ya, karena mendengar suaramu di ujung telepon, hingga suara azan subuh menggema di masing-masing kota kita. Mendengar suara dan saling tertawa; itulah yang biasa kita lakukan, di samping membaca pesan singkat yang kautuliskan dengan rapi, dengan huruf dan tanda baca yang penuh intonasi. Dalam jarak sejauh ini, tak banyak hal yang bisa kita lakukan, selain menulis dan mendengar; bukan bersentuhan. Padahal, tahukah kamu tulisan dan suara yang terdengar di ujung handphone sungguh jauh berbeda dengan pertemuan nyata? Iya, tidak akan kubahas lagi, aku selalu hapal nasihatmu ketika aku mengungkit soal ini, "Sabar." katamu dengan suara parau, "Kita bisa lewati ini."

Kita terus berjuang dan melewati yang memang tak pernah kita minta untuk terjadi. Seperti takdir, dia datang bagai pencuri, tanpa laporan dan ucapan permisi datang menghampiri. Ini bukan salahku, juga bukan salahmu. Aku dan kamu sudah tahu yang harus kita hadapi, lalu pantaskah mengeluh? Tidak. Sejauh ini perjuangan kita memang tidak sia-sia, belum sia-sia (lebih tepatnya). Apa kaumembaca nada ketidakyakinan? Manusiawi jika manusia punya rasa tak yakin, karena seluruh yang terjadi di kolong langit ini memang penuh ketidakpastian.

Tuan, apa yang hendak kita perjuangkan dan kita buktikan di mata banyak orang? Tahanan kotakah kita? Koruptorkah kita? Bukankah kita hanya jatuh cinta? Hanya tidak ingin menyalahi kodrat Tuhan yang membikin manusia punya hati, punya rasa kasih, dan rasa ingin berbagi. Masih tahan kauberjuang bersamaku sampai berdarah-darah begitu? Aku sudah bilang padamu, tidak perlu kaumasuk ke dalam terowongan yang tak punya ujung. Berkali-kali juga kukatakan, tidak perlu kaumasuk ke lingkaran yang tak kaukenali setiap sudut-sudutnya.

Kamu ternyata tidak seperti yang kubayangkan, kamu lebih kuat dan lebih tegar dari yang kukira. Kamu masih berjalan di sampingku, menggenggam erat jemariku. Jadi, sudah berapa detikkah kita lewati bersama? Emh.... tak perlu dihitung. Kebersamaan bukanlah kalkulasi yang penuh dengan jawaban pasti. Kebahagiaan kita juga bukan ilmu hitung yang mutlak dan bisa dipecahkan secara jelas.

Aku merasa kamarku lebih dingin daripada biasanya. Kantung mataku menebal. Entah siapa yang sebabkan kehitaman di bawah mata campuran Jawa Sulawesi ini. Bukan salahmu, sungguh. Kamu selalu bilang, sapamu di ujung ponsel adalah untuk melepas kangen, walaupun alasan itu cukup bodoh bagi kita yang sudah sama-sama dewasa. Dalam cinta, adakah kebodohan? Justru karena kebodohan itulah segalanya jadi nampak manis dalam kegelapan, terlihat memesona dalam ketersesatan.

Setelah semua yang kita lewati bersama, yakinkah ada surga di ujung jalan sana? Sesudah beberapa tikungan kita lalui, akankah kita tak akan bertemu tikungan yang lebih tajam? Tak ada yang pasti, Tuan. Kita hanya tahu melangkah, terus melangkah. Menikmati yang ada di kanan-kiri, mempelajari yang ada di depan kita, dan menerima yang harusnya kita pasrahkan.

Sampai kapan kita bersama? Sampai kamu terbatuk-batuk di ruang tamu, dan aku tergopoh-gopoh membawakan obat batuk untukmu? Sampai kapan kita bisa terus menyatu seperti ini? Sampai kamu tak mampu lagi mengintip matahari di luar jendela dan hanya bisa memelukku erat ketika bangun di pagi hari? Sampai kapan perasaan ini terus bertahan? Sampai kata "aku mencintaimu" terucap saat kaumengecup nisanku atau sebaliknya aku yang mengecup nisanmu?

Tuhan kita saja berbeda, masa kita mau memimpi-mimpikan bahagia? Manusia keras kepala.